Sejarah perjudian untuk kaum wanita mungkin cukup tidak disukai oleh sebagian besar orang, karena aktivitas itu sering dianggap feminin, “sihir yang mempesona,” seperti yang disebut oleh beberapa orang. Secara emosional dan kerentanan dari wanita biasanya dihubungkan dengan serampangan permainan judi ini.
Jadi tidak heran kalau wanita biasa mendapatkan stigma ketika mereka mencoba untuk ikut di dalam aktivitas yang lebih condong ke pria ini, terutama di masa lampau.
Jika melihat kembali ke abad 18 di Eropa, ketika judi di publik adalah kegiatan yang tidak bisa diterima untuk wanita secara umum, apalagi wanita yang termasuk bangsawan. Sementara para pria diperbolehkan untuk bermain di klun sosial, wanita yang ingin menjadi bagian dari permainan harus melakukannya secara diam-diam di rumah mereka.
Nah, grup wanita ini menjadi terkenal untuk mengatur jalannya acara kumpul sosial di mana mereka akan bermain faro, sebuah permainan kartu yang tren saat itu, dan mereka mendapatkan julukan sebagai Faro’s Daughters atau Faro Ladies.
Yang paling terkenal di antara pada Faro Ladies adalah Nyonya Albinia Hobart, Sarah Archer, Nyonya Sturt, Nyonya Concannon, dan Elizabeth Luttrell.
Kami menilai Faro Ladies ini sebagai tidak bermoral di surat kabar dan karikatur dan menyamakan praktik perjudian mereka dengan prostitusi, membuat mereka memiliki kekuatan untuk menggoda pria dan memecahkan perbedaan berabad-abad antara ruang publik laki-laki dan ruang pribadi perempuan.
Untungnya, ada banyak perubahan sejak saat itu dan sekarang wanita bisa berjudi setara dengan pria, meski mereka lebih menunjukkan sedikit aktivitas dibandingkan dengan pria di seluruh bagian dunia.
Ketika membicarakan seputar frekuensi dan engagement dari judi, peneliti menunjukkan dari waktu ke waktu kalau pria memang lebih suka untuk berjudi dibandingkan dengan wanita. Meski setiap orang memiliki figur yang berbeda dari satu penelitian dengan penelitian lain, tapi setiap penelitian itu selalu mengarah ke sisi pria.
Melihat hubungan antara gender dengan judi, penelitian menemukan bahkan dan hal engagement di judi atau frekuensi untuk melakukan judi, pria memang berjudi dua kali lebih banyak dibandingkand dengan wanita. Di mana pria sebesar 69% dan wanita hanya sebesar 36%. Dari hal ini bisa dilihat, kalau memang kebanyakan wanita meski sudah diberi kebebasan untuk berjudi, kebanyakan di antara mereka tidak suka melakukannya.
Berdasarkan beberapa penelitian lainnya, ada perbedaan gender ketika membicarakan tentang judi, ini berhubungan juga dengan usia, keluarga, hingga keadaan ekonomi dari si responden. Persentase pria yang memiliki masalah judi berada pada kisaran 20%, di bandingkan dengan wanita yang hanya 7.8%. Dalam kata lain, pria tiga kali lebih memiliki masalah perjudian dibandingkan dengan wanita.
Faktor yang ikut berkontribusi dalam hal ini adalah koping impulsif, kecenderungan untuk mengambil risiko, dan kecemasan sosial, yang semuanya tampaknya lebih menonjol pada pria daripada wanita, menurut para peneliti.